Pengaruh Kaisar Hirohito Terhadap Perang Dunia Ke-2
Hirohito adalah Kaisar Jepang yang
ke-124. Dia menjadi kaisar dengan masa kekuasaan terlama sepanjang sejarah
Jepang, yakni berkuasa pada tahun (1926-1989).
Hirohito juga merupakan salah satu tokoh penting pada masa Perang Dunia II dan
pembangunan kembali Jepang.
Meski di Jepang dianggap sebagai keturunan Amaterasu Omikami
atau Dewi Matahari. Kaisar Hirohito dianggap sebagai penjahat perang bagi
masyarakat Tiongkok, Filipina, Korea, Rusia, Australia dan Indonesia.
Bagian besar bangsa Eropa, terutama Belanda dan Inggris pun
berpendapat demikian. Bahkan, Presiden Amerika Serikat, Harry S Truman
menganggap Hirohito sebagai war criminal yang harus digantung
bersama-sama dengan para penjahat perang lainnya.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian public
Di masa kepemimpinan Hirohito, tercatat Jepang telah terlibat
dalam berbagai perang seperti Insiden Manchuria (1931), Insiden Nanking (1937),
dan Perang Dunia II dengan melancarkan serangan atas Pangkalan Angkatan Laut
Amerika Serikat, pada 9 Desember 1941. Pada masa kepemimpinannya pula
dijatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Kejadiaan ini sangat
memporakporandakan Jepang kala itu.
Saat itu, Hirohito sempat dituntut sebagai orang yang bertanggung
jawab atas insiden tersebut. Namun, kedudukannya sebagai manusia setengah dewa
membuat Hirohito terbebas dari hukuman yang ada.
Biografi
Hirohito atau Michinomiya
lahir di Puri Aoyama, Tokyo, 29 April 1901. Ia merupakan putra pertama dari
Kaisar Yosihito dan Permaisuri Teimei. Hirohito dididik di Sebaya dan
Institus Putra Mahkota. Hirohito pergi ke Eropa. Ia menjadi putra mahkota
Jepang pertama yang pergi ke luar negeri. Setelah kembali ke Jepang, ia diangkat
menjadi Pangeran Bupati, setelah sang ayah pensiun akibat penyakit mental.
Hirohito
juga mengenyam pendidikan awal di Gakushuin Peer's
School dari 1 April 1908 hingga 25 April 1914, kemudian mendapatkan
pendidikan khusus untuk putra mahkota (Togu-gogakumonsho) di
Istana Akasaka dari tahun
1914 sampai Februari 1921.
Mendapatkan
karier sebagai letnan and sub-lieutnant ke 1 pada 9 Desember, 1912-1916 pada
Angkatan Darat Kekaisaran. Ia diangkat menjadi putra mahkota secara resmi pada
tanggal 16 November 1916. Pada
tahun 1922 ia
mengadakan kunjungan ke Inggris dan
sejumlah negara negara Eropa. Kunjungan ini
dianggap kelompok sayap kanan kontroversial sehingga menewaskan Perdana
Menteri Hamaguchi.
Hirohito
memiliki pengetahuan tentang penelitian biologi laut dan
beberapa hasil penelitiannya dituangkan dalam sejumlah buku di antaranya The
Opisthobranchia of Sagami Bay . Ia dinobatkan menjadi kaisar pada
tanggal 25 Desember 1926 setelah
ayahnya Kaisar Taisho meninggal, dia dilantik secara resmi 10 November, 1928, di Tokyo.
Pada
saat itu Kaisar Jepang mempunyai julukan Tenno Heika yang
berarti Kedaulatan Surgawi alias Kaisar adalah
keturunan Dewa. Namun usai kekalahan Jepang pada Perang
Pasifik, Hirohito mulai menanggalkan sebutan ini karena malu masa Dewa kalah
sama negara kapitalis manusia seperti Amerika.
Pernikahan dan Keluarga
Hirohito menikah dengan Putri Nagako, putri sulung
Pangeran Kuniyoshi pada
tanggal 26 Januari 1924 dan
dikaruniai 7 orang anak, Putri Teru Shigeko (1925-1961),
Putri Hisa Sachiko (1927-1928),
Putri Taka Kazuko (1929-1989),
Putri Yori Atsuko (1931-
), Pangeran Akihito (1933-
), Pangeran Hitachi Masahito (1935 -
), Putri Suga Takako (1939 -
).
Masa bertakhta
Pada masa ia bertakhta, Hirohito menyaksikan pertentangan di
dalam negeri dan peperangan yang diawali dengan kericuhan di dalam negeri
akibat pertentangan antara kelompok moderat dengan golongan kanan
ultranasionalis yang disokong militer khususnya Angkatan Darat
sebagai kekuatan terbesar pada saat itu. Akibatnya sejumlah pejabat tinggi,
pengusaha dan tokoh-tokoh penting negara terbunuh dan puncaknya adalah insiden
militer 26 Februari 1936, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Saburo Aizawa serta
1500 prajurit.
Peristiwa ini juga melibatkan pangeran Yashuhito Chichibu sehingga Kaisar
Hirohito sendiri turun tangan dan memerintahkan pasukan Angkatan Bersenjata
kekaisaran untuk menyelesaikan hal ini dan memastikan loyalitas dari seluruh
keluarga kekaisaran. Meskipun demikian diam-diam insiden ini
"direstui" oleh kalangan pimpinan Angkatan Darat terutama dari kalangan ultranasionalis.
Oleh karena itu pada tahun 1930, ultranasionalis dan militer menguasai pimpinan
pemerintahan.
Akhirnya, pada masa kekaisaran Hirohito Jepang tercatat terlibat
peperangan di antaranya Insiden
Manchuria 1931, Insiden Nanking 1937,
dan Perang Dunia II dengan
melancarkan serangan atas Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di
Pearl Harbour 7 Desember 1941.
Kepututsan kaisar
Tak Sudi berbicara di depan umum
Salah satu aturan kekaisaran Jepang selama beratus tahun
ialah sang kaisar tak
boleh berbicara di depan umum. Hal ini lantaran perkataan kaisar dianggap 'Wahyu Ilahi'
bagi rakyatnya. Namun semua mendadak berubah ketika Hirohito melakukan siaran
radio pada tahun 1945. Dalam siaran itu Hirohito mengumumkan jika negaranya
harus menyerah kepada Amerika.
Rakyat dan tentara Jepang terhenyak
seketika mendengar ini. Mereka membungkuk dan berlutut di depan corong radio
karena mendengar pertama kali suara kaisar yang dipujanya menyuruh menyerah
kepada musuh. Sebuah Wahyu bermakna kekalahan.
Mata rakyatnya juga tak boleh
memandangnya jika iring-iringan Kaisar sedang lewat didepan mereka.
Maka Menjelang akhir perang (1945), Jepang sudah praktis
kalah perang. Angkatan Lautnya bisa dikatakan hampir habis dan Angkatan
Daratnya kewalahan. Namun pihak Angkatan Darat masih ingin melanjutkan
peperangan. Rapat 6 Besar diantaranya (Angkatan Darat Jendral Umezu, Angkatan Laut
Admiral Toyoda, Kementrian
Peperangan Jendral Korechika Anami,
Menteri Luar Negeri Shinegori Togo,
Perdana Menteri Suzuki Kantaro,
Kementrian Angkatan Laut Admiral Yonai Mitsumasa) merekahlah
yang membahas peperangan selanjutnya. Muncul pula ancaman pemberontakan komunis yang dikhawatirkan
beberapa pejabat teras kekaisaran. Lambannya penanganan masalah ini ditambah
dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima (6 Agustus 1945),dan
bon Nagasaki (9 Agustus 1945)
serta pernyataan perang Uni Soviet (yang
sebelumnya netral karena perjanjian Molotov-Matsuoka dengan
batas akhir April 1946)
sesaat setelah dijatuhkannya bom atom di Nagasaki, membuat Kaisar memerintahkan
untuk menghentikan peperangan pada konfrensi 6 Besar yang dikatakan pada
tanggal 10 Agustus 1945:
isi pernyataan tersebut adalah
"Meneruskan
peperangan hanya akan menambah kesengsaraan rakyat Jepang, kondisi negara tidak
akan mampu untuk bertahan cukup lama dan kemampuan mempertahankan pesisir
pantai saja sudah diragukan. Sangat sulit melihat tentara yang setia dilucuti
..tetapi saatnya untuk menanggung apa yang
tidak tertanggungkan. Saya menyetujui proposal untuk menerima proklamasi Sekutu
(Potsdam) yang garis besarnya ada di menteri luar negeri"
Karena desakan kaisar inilah akhirnya Jepang menyatakan menyerah
pada tanggal 14 Agustus 1945.
Kaisar setelah perang
Setelah Perang Asia (Dai Toa Senso) selesai, banyak
desakan agar kaisar Hirohito diadili sebagai penjahat perang. Ada banyak
keterangan kontroversial mengenai keterlibatannya dalam perang baik sebelum
maupun pada saat Perang Dunia II. Di antaranya adalah David Bergammi dalam
bukunya Japan Imperial
Conspiracy yang mengatakan bahwa
kaisar terlibat dalam perencanaan perang. Namun banyak pula yang tidak setuju
dengan alasan bahwa dia hanyalah sebagai simbol dan pemimpin agama sebagaimana
kaisar-kaisar periode sebelumnya Shogun sekalipun
pada saat itu berkedudukan sebagai komando tertinggi.
Usai Hiroshima dan Nagasaki dilalap bom atom, Jepang mulai ketakutan
sasaran bom berikutnya adalah istana kekaisaran Tokyo. Tak pelak Hirohito langsung mengumumkan kekalahan Jepang. Usai
menyerah, Amerika berencana membubarkan saja kekaisaran Jepang dan mengadili Hirohito sebagai penjahat perang di Mahkamah
Internasional.
Panik
bukan main rakyat Jepang mengetahui
jika Kaisarnya akan diseret layaknya penjahat ke meja
hijau dan kemungkinan akan digantung sebagai hukumannya. Namun hal ini urung
dilakukan oleh Amerika lantaran rakyat Jepang bisa
memberontak jika Hirohito diadili. Kekaisaran tak jadi dibubarkan, namun
dilucuti semua kekuasaannya dan kaisar hanya
boleh menjadi simbol pemersatu Jepang.
Hal
ini sama saja membuat kekaisaran Jepang sekarang hanyalah ornamen
penghias negaranya, tanpa kekuasaan.
Menteri Peperangan Amerika Serikat Henry Stimson mengatakan "Tidak
menurunkan kaisar Jepang dari takhtanya akan memudahkan proses
penyerahan dan menghindarkan peperangan yang dapat merugikan khususnya pasukan
pendudukan, yang kita lakukan terhadap Kaisar
Jerman pasca Perang Dunia I sehingga
publik menganggap kaisar Jerman adalah
musuh, setan (devil), mengakibatkan kekosongan kekuasan dan tata pemerintahaan
di wilayah itu sehingga memunculkan Adolf Hitler".
Itulah pernyataan Henry Stimson
sebagai menteri peperangan amerika.
Sekalipun banyak desakan dari berbagai pemimpin dunia agar
Kaisar Hirohito diadili, termasuk
diantaranya Presiden Amerika Serikat Harry S Truman meskipun
akhirnya Presiden Trumman setuju untuk mempertahankan kedudukan kaisar.
Panglima pendudukan, Jendral Douglas
McArthur juga tetap menempatkan
Hirohito pada tahtanya sebagai simbol dan memperlancar pembangunan kembali
Jepang dan simbol keterpaduan Kaisar dengan rakyatnya terutama pada masa
pendudukan. Kedudukan Kaisar pada takhtanya didasarkan pada konstitusi baru
yang diterapkan 3 Mei 1947
yang dinamakan Konstitusi Jepang 1947 atau
konstitusi pasca perang yang menetapkan kaisar sebagai lambang atau simbol dan
kepala negara sebagaimana kerajaan atau monarki konstitusional.
Konstitusi ini menggantikan Konstitusi Jepang 1889 pada
era Meiji dimana kaisar
sebagai pemegang komando dan kekuasaan tertinggi. Kaisar Hirohito menyaksikan
kemajuan pembangunan Jepang pasca-perang. Ia mengunjungi kembali beberapa
negara Eropa dan Amerika Serikat dan bertemu Presiden Richard Nixon pada
tahun 1971.
Kematian
Kaisar Hirohito meninggal pada tanggal 7 Januari 1989 akibat
penyakit kanker usus
dua belas jari (duodenum)
yang dideritanya. Pemakaman kenegaraannya dihadiri oleh para pemimpin dunia di
antaranya Presiden Amerika Serikat George Bush,
Presiden Prancis Francois Mitterand, serta perwakilan
dari negera-negara lainnya pada tanggal 24 Februari 1989. Jenazahnya dimakamkan
di Mausoleum Kekaisaran Musashino,
di samping makam Kaisar Taisho.
Kedudukannya digantikan oleh Putra Mahkota yaitu Akihito.
Kaisar hirohita mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
kestabilan internasional sehingga kaisar tersebut diusulkan oleh beberpa
pemimpin negera lainnya untuk diadili oleh hokum internasional. Itulah kisah
dari perjalana kaisar terlama dalam memerintah jepang.
Video
lengkapnya Klik Link dibawah
0 Response to "Pengaruh Kaisar Hirohito Terhadap Perang Dunia Ke-2"
Post a Comment