Manaqib Al-Imam Al-Fakhrul Wujud
Assalamualaiku warahmatullahi wabarakatu
“Bagi siapa
saja yang membaca kisah auliya, saya harap selalu menjaga adab dan sopan santun
terhadap beliau, Semoga dengan membaca kisah para auliyah tertanam dalam diri
kita kecintaan kepadanya, serta kita beserta keturunan kita termasuk orang
dicintai oleh Allah Azza wajallah”
MANAQIB Al-Imam Al-Fakhrul Wujud As-Syekh Al Kabir Al-Qutb
As-Syahir Abu Bakar bin Salim r.a
Kelahiran beliau sebelumnya telah
banyak diramalkan oleh para Auliya’ terkemuka dizaman itu jauh sebelum
kelahiran beliau, beberapa Auliya’ tersebut diantaranya : Al-Imâm As-Syarif
Al-‘Arif billah Al-Mukasyif Shohibul Karomah Al-Khawariq Al-‘Adah As-Sayyid
Ahmad bin Alwi yang tinggal di daerah “Maryamah”; sekali waktu beliau ini
datang ke ‘Inat dan beliau duduk di sebidang tanah yang pada waktu itu hanya
berupa semak belukar dan bebatuan (yang nantinya akan didiami oleh As-Syĕkh Abû
Bakar bin Sãlim Ra). Al-Imâm Ahmad bin Alwi Ra. berhenti ditempat tersebut dan
beliau berkata kepada masyarakat yang hadir di waktu itu :
“Akan lahir salah seorang anak
kami yang akan mempunyai keagungan dan ia akan tinggal ditempat ini”
Al-Imâm Ahmad bin Alwi Ra. selanjutnya berjalan berkeliling kota ‘Inat sambil
sesekali beliau menunjukkan tempat-tempat yang berkaitan kelak nantinya dengan
As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra., beliau menunjukkan tempat yang akan dibangun
Masjid oleh As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra., dan beliau sempat Sholat disana,
beliau juga menunjukkan tempat yang mana disana kelak akan dibangun rumah
As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra.
Al-Imâm Al-Habib Ali Al-Habsyi Ra
(Shohibussimthudduror) meriwayatkan bahwa wali lainnya yang telah meramalkan
akan keberadaan dan keagungan Sayyidina As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. adalah
Al-Wâli Al-Imâm Muhammad bin Ahmad Jamalullail, beliau berkata :
“Akan ada disini (‘Inat ) salah
seorang dari anak-anak kami yang akan termasyhur dengan keagungan dan kewalian,
dan Qubahnya akan berada dan didirikan di kota ini”.
Wali lainnya yang telah
mengisyaratkan keagungan beliau adalah guru beliau sendiri yaitu Sayyidina
Al-Imâm Syahâbuddin Al-Akbar Ahmad bin Abdurrahman Ra., tatkala didatangi oleh
ayahanda beliau yaitu Al-Imâm As-Sayyid Salim bin Abdullah Ra., yang bermaksud
mengeluhkan kelambanan beliau dalam mempelajari ulumul Quran dalam usia remaja,
karena pada masa itu anak-anak remaja di kota Tarim juga giat mempelajari
ilmu-ilmu Al-Qur`an dalam usia yang sangat belia. Al-Imâm Syahabudin Al-Akbar
mengomentari keluhan ayahanda As-Syĕkh Al-Imâm Abû Bakar bin Sãlim Ra., beliau
berkata :
“Biarkanlah anakmu dan tak usah
engkau khawatirkan, sesungguhnya anakmu akan bisa dengan sendirinya dan kelak
ia akan mempunyai keutamaan yang agung” .
Kenyataanya beliau akhirnya mahir membaca Al-Quran dan tak lama kemudian
beliaupun mengkhatamkan Al-Quran dengan ilmu-ilmunya (disiplin ulumul Quran),
hanya selama 4 bulan.
Diriwayatkan juga ada seseorang
yang telah mendatangi Sayyidina Al-Imâm Syahâbuddin Al-Akbar Ahmad bin
Abdurrahman Ra., dan ia bercerita :“Pada satu hari aku mendatangi Sayyidina
Al-Imâm Syahâbuddin Al-Akbar Ahmad bin Abdurrahman Ra. dan beliau mewasiatkan
kepadaku :“Hendaklah engkau selalu dekat dengan As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim
Ra. , karena ia sebenarnya termasuk Wali besar dizaman ini, dan tidak ada
seorangpun seperti dirinya dikalangan Al-Ba’alawi” Kemudian akupun pergi mencari
As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra., dikala itu beliau berada dizawiyah Masjid
Ba’Isa di Lisk, yang mana pada saat itu adalah masa diawal suluk beliau,
kemudian aku pun mengucapkan salam atas beliau dan aku pun kemudian selalu
belajar dan bertanya kepadanya selama tiga hari berturut-turut.”
Diriwayatkan juga ada seseorang
yang telah mendatangi Sayyidina Al-Imâm Syahâbuddin Al-Akbar Ahmad bin
Abdurrahman Ra., dan ia bercerita :“Pada satu hari aku mendatangi Sayyidina
Al-Imâm Syahâbuddin Al-Akbar Ahmad bin Abdurrahman Ra. dan beliau mewasiatkan
kepadaku :“Hendaklah engkau selalu dekat dengan As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim
Ra. , karena ia sebenarnya termasuk Wali besar dizaman ini, dan tidak ada
seorangpun seperti dirinya dikalangan Al-Ba’alawi” Kemudian akupun pergi
mencari As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra., dikala itu beliau berada dizawiyah
Masjid Ba’Isa di Lisk, yang mana pada saat itu adalah masa diawal suluk beliau,
kemudian aku pun mengucapkan salam atas beliau dan aku pun kemudian selalu
belajar dan bertanya kepadanya selama tiga hari berturut-turut.”
Diriwayatkan dari Al-Faqih
Muhammad Bajamal, yang berkata :“Telah memberikan khabar kepadaku Al-Akh
As-Sholeh Ahmad bin Umar Baziyad ia bercerita padaku :“Sekali waktu aku ingin
meminta izin kepada As-Syekh Ma’ruf Bajamal untuk ziarah kepada Nabi Allah Hud
As, lalu iapun memberikan izin kepadaku , akan tetapi yang membingungkan adalah
beliau menitipkan salam untuk As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. padahal pada
saat itu beliau belum termasyhur, dan akupun belum pernah berjumpa dengannya,
As-Syekh Mla’ruf juga menitipkan pesan beliau bagi As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim
Ra. :
“Bilamana nanti engkau bertemu
dengannya sampaikan pesanku ini ; Sesungguhnya Maqôm ini harus jatuh pada
dirimu (As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim) dan engkau adalah Quthb Shohibul Waqt”
lalu akupun pergi untuk berziarah, dan ketika aku sampai, aku dapati As-Syĕkh
Abû Bakar bin Sãlim Ra. sedang berada di makam Nabi Allah Hud AS, kemudian
akupun mengucapkan salam atas dirinya, lalu aku menyalaminya dan sebelum sempat
aku berkata ia telah berkata mendahuluiku mengenai pesan As-Syekh Ma’ruf
Bajamal”
Selain di-Isyaratkan oleh para
Wali, Sayyidina As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra juga telah mengisyaratkan
eksisistensi beliau kepada para Wali yang akan muncul sesudah beliau seperti
yang telah dikatakan oleh Al-Imâm Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Aidid shohibul
ahwal wal maqomat wal karamat khalifati lil adab :
“ Sesungguhnya Al-Imâm As-Syĕkh
Abû Bakar bin Sãlim Ra. melihat kepadaku dengan pandangan yang tidak aku
mengerti sesudah 14 tahun barulah aku faham dengan pandangan As-Syĕkh Abû Bakar
bin Sãlim Ra. yang sedemikian rupa kepadaku. Karena berkata Sayyidina Al-Imâm
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad pada satu kesempatan di majlis beliau:`
sesungguhnya diantara kita dan As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. mempunyai
hubungan dengan adanya Al-Akh Abdurrahman bin Ahmad Aidid, ia telah berjumpa
dengan As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. pada waktu usianya 7 tahun`. Pada saat
itu bertanya Sayyidina Ahmad bin Zein Al-Habsyi kepada Al-Imâm Al-Haddad: `
apakah cukup kita mengambil keberkahan kepada karamah Masyaikh dengan berkumpul
saja tanpa membaca satu kitab-pun atas mereka?`. Al-Imâm Al-Haddad berkata :
`Benar, dan hal tersebut cukup menimbulkan keberkahan dengan berkumpulnya
seseorang di majlis waliyullah tersebut".
* Nasab Sayyidina Syekh Abu Bakar
bin Salim Ra
As-Syekh Al Kabir Al-Qutb
As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin
Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula
Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur
bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin
Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina
Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina
Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina
Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah
Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
* Riwayat Hidup
Syeikh Abubakar bin Salim RA
dilahirkan pada tanggal 13 Jumadil Akhir 919 H di kota Tarim Al-Ghanna’, Yaman.
Beliau tumbuh dewasa menjadi seorang tokoh sufi yang masyhur sekaligus seorang
yang alim dan mengamalkan ilmunya. Nama ibundanya adalah Syarifah Thalhah binti
Aqil bin Ahmad bin Abu Bakar As-Sakron bin Abdurrahman Assegaf. Beliau tumbuh
dewasa sebagai seorang tokoh sufi yang masyhur, sekaligus seorang yang ‘Alim
dan mengamalkan ilmunya. Demi kepentingan pendidikan dan pengembangan dakwah,
beliau hijrah ke kota ‘Inat yang letaknya tidak berjauhan dengan Tarim. Beliau
mendirikan masjid dan membeli tanah yang luas untuk perkuburan. Beliau hidupkan
kota ‘INAT dengan ilmu, yakni dengan mengajar, mendidik dan membimbing. Manusia
datang dari berbagai pelosok daerah guna menuntut ilmu dari beliau, sehingga
‘Inat menjadi kota yang padat penduduknya. Murid-murid beliau datang dari
berbagai kota di Yaman, dan juga dari mancanegara, misalnya :Syam, India dan
berbagai Negara lainnya.
Sejak kecil Syeikh Abubakar bin
Salim telah menunjukkan tanda-tanda bahwa kelak ia akan menjadi orang yang
memiliki kemuliaan. Pernah pada suatu kesempatan Syeikh Faris Ba Qais bersama
para muridnya pergi ke Tarim. Ikut dalam rombongan Syeikh Faris 300 pemegang
rebana yang mengiringi perjalanan itu dengan tabuhan rebananya. Setibanya di
Tarim ia bersama pengikutnya mengunjungi Habib Syeikh Al-Idrus. Keesokan
harinya Syeikh Faris berniat untuk menziarahi makam Nabi Hud AS, ia berkata
kepada sejumlah habib, “Wahai habaib, kami membutuhkan seorang pengantar
darimu, terus terang kami takut jika dalam perjalanan nanti ilmu kami dicuri
orang”. Para Habib menyanggupi, “Jangan khawatir, kami cukup mempunyai banyak
orang berilmu disini, lagi pula mencuri ilmu bukanlah kebiasaan kami”. Mulailah
Syeikh Faris mencari orang yang dianggap mampu mengawal dia dan para
pengikutnya, sampai akhirnya ia melewati Syeikh Abubakar bin Salim yang saat
itu masih berusia 4 tahun, sedang bermain-main di jalan bersama teman
sebayanya. “Aku pilih anak ini”, kata Syeikh Faris sambil menunjuk si kecil
Abubakar bin Salim. Para habib segera menjawab, “Anak kecil ini mana pantas
mengawalmu?”. Syeikh Faris berkata, “Aku adalah tamu kalian dan aku hanya
menginginkan anak ini”. Para habib kemudian mendatangi ibu Syeikh Abubakar bin
Salim dan mengabarkan persoalan yang mereka hadapi. Ibunya berkata, “Anak ini
masih kecil, cari saja yang lain”. Mereka menjawab, “Syeikh Faris hanya
menginginkan anakmu”. Akhirnya sang ibu memberikan izin.
Syeikh Abubakar kemudian digendong
oleh pelayannya, Ba Qahawil, untuk mengawal Syeikh Faris dan rombongannya.
Syeikh Umar Ba Makhramah, seorang wali Allah, yang ikut dalam rombongan Syeikh
Faris memegang kepala Ba Qahawil sambil melantunkan syair yang diawali dengan
bait-bait berikut:
Semoga Allah membahagiakan
temanmu, hai Ba Qahawil pohon kurma apa ini, masih kecil sudah berbuah Mereka
menanamnya di waktu Dhuha dan sudah memanennya di waktu senja.
Kemudian Syeikh Umar mengusap
kepala Syeikh Abubakar bin Salim sambil meneruskan syairnya :"Wahai emas
sejati, dengan pandangan-Nya Allah memeliharamu, semua lembah yang luas menjadi
kecil dibanding lembahmu".
Masa muda Syeikh Abubakar bin
Salim dipenuhi dengan rutinitas pendidikan, selain didikan orang tuanya, juga
tercatat beberapa ulama besar yang menjadi gurunya, antara lain, Syeikh Umar
Basyeiban Ba’alawi, Syeikh Abdullah bin Muhammad Baqusyair, Syeikh Muhammad bin
Abdullah Bamakhramah, Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab, Syeikh Makruf Bajamal dan
Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah.
Dalam bidang tasawuf, Syaikh Abu
Bakar bin Salim juga belajar kepada Syaikh Ma’ruf Bajamal yang berasal dari
kota Syibam. Kota Syibam dikenal sekarang sebagai “Manhattan-nya Hadhramaut”.
Hal ini karena di kota Syibam masih berdiri bangunan-bangunan pencangkar langit
yang umurnya sudah ratusan bahkan ribuan tahun.
Pada suatu ketika Syeikh Abubakar
berniat belajar kepada salah seorang gurunya, Syeikh Makruf Bajamal yang
tinggal di kota Syibam. Namun ia terpaksa berhenti di pinggir kota, karena
Syeikh Makruf Bajamal belum berkenan menemuinya. Setiap kali dikatakan kepada
Syeikh Makruf, “Anak Salim bin Abdullah meminta izin untuk menemuimu.” Jawabnya
selalu, “Katakan kepadanya bahwa aku belum berkenan menerimanya”, meskipun ayah
beliau adalah seorang yang dihormati karena kesalehannya. Syeikh Abubakar bin
Salim tetap bersabar di bawah teriknya matahari dan dinginnya angin malam. Ia
menguatkan hati dan mengendalikan nafsunya demi memperoleh asrar.
Baru setelah lewat 40 hari ia
menerima kabar bahwa Syeikh Makruf bersedia menemuinya. Syeikh Makruf hanya
memerlukan beberapa saat saja untuk menurunkan ilmu kepadanya. Sewaktu keluar
dari kediaman Syeikh Makruf, ia mendapati sekumpulan kaum wanita yang
mengelukan-elukan kedatangannya, “Selamat wahai Ibnu Salim, selamat wahai Ibnu
Salim.” Mereka berbuat demikian dengan harapan mendapatkan sesuatu darinya.
Iapun segera menyadari hal ini dan kemudian mendoakan agar mereka mendapatkan
suami yang setia. Menurut Habib Ali hingga saat ini kaum wanita Syibam memiliki
suami yang setia. Ketika Habib Ali ditanya, “Apakah Syeikh Ma’ruf juga termasuk
salah satu dari guru-guru Syeikh Abubakar bin Salim?” Ia menjawab, “Ya, akan
tetapi beliau kemudian mengungguli syeikhnya”.
Syeikh Abubakar bin Salim
mempelajari Risalatul Qusyairiyah yang sangat terkenal dalam dunia tasawuf di
bawah bimbingan Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah. Disebutkan dalam Kitab
Tadzkirun Naas, Dikisahkan oleh Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Athas
shalat ashar di masjid Asy-Syaikh Abdul Malik Baraja’ di Seiwun. Dia
menunjukkan sebidang tanah sambil berkata, “Ini adalah sebidang tanah yang mana
pernah terjadi satu peristiwa antara Asy-Syaikh Umar Bamakhramah dan Asy-Syaikh
Abu Bakar bin Salim.”
Tatkala itu Asy-Syaikh Abu Bakar
bin Salim sedang belajar dan membaca kitab tasawuf Ar-Risalah Al-Qusyairiyah di
Masjid Abdul Malik Baraja’ di kota Seiwun. Ketika sedang membahas kekramatan
para auliya’, Syaikh Abu Bakar bin Salim bertanya kepada Syaikh Umar
Bamakhramah: “Kekeramatan itu seperti apa?”
Dijawab oleh Syaikh Umar
Bamakhramah, “Contoh kekramatan itu adalah bila engkau tanam biji kurma ini
kemudian ia langsung tumbuh dan berbuah pada saat itu juga.”
Setelah berkata seperti itu,
Syaikh Umar Bamakhramah yang kala itu memang sedang memegang biji kurma,
melemparkannya ke tanah dan kemudian langsung tumbuh dan berbuah. Orang-orang
yang hadir langsung memetik dan memakan buahnya. Orang-orang itu berkata kepada
Syaikh Abu Bakar bin Salim, “Kami menginginkan lauk-pauk darimu yang ingin kami
makan bersama kurma ini.”
Tersirat dalam perkataan ini
seolah-olah mereka bertanya kepada Syaikh Abu Bakar bin Salim apakah dia mampu
melakukan seperti apa yang telah dilakukan Syaikh Umar Bamakhramah .
Syaikh Abu Bakar bin Salim
berkata, “Pergilah ke sumur Masjid, kemudian ambillah apa yang kalian temui di
sana.’
Kemudian mereka pergi ke sumur
masjid dan menemukan ikan yang besar di sana yang kemudian mereka ambil dan
mereka makan sebagaimana lauk pauk yang mereka inginkan. Batang kurma itu pun
masih ada sampai sekarang.
Kegemaran Syeikh Abubakar bin
Salim dalam menekuni ilmu pengetahuan dibuktikannya dengan menghatamkan Ihya’
Ulumuddin-nya Hujjatul Islam Al-Ghazali sebanyak 40 kali dan menghatamkan kitab
fiqih syafi’iyah, Al-Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali. Dan diantara
kebiasaannya adalah memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jumat.
Diantara ibadah dan riyadohnya,
pernah dalam waktu yang cukup lama ia berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma
yang masih hijau. Juga selama 90 hari ia berpuasa dan sholat malam di lembah
Yabhur dan selama 40 tahun beliau sholat subuh di Masjid Baa Isa, di kota Lisk,
dengan wudhu Isya. Setiap malam ia berziarah ke tanah pekuburan Tarim dan
berkeliling untuk melakukan sholat di berbagai masjid di Tarim diakhiri dengan
sholat Subuh berjamaah di masjid Baa Isa. Sepanjang hidupnya ia berziarah ke
makam Nabiyullah Hud sebanyak 40 kali. Setiap malam, selama 40 tahun, ia
berjalan dari Lisk menuju Tarim, melakukan sholat di setiap masjid di Tarim,
mengusung air untuk mengisi tempat wudhu, tempat minum bagi para peziarah, dan
kolam tempat minum hewan. Dan sampai akhir hayatnya sang Syeikh tidak pernah
meninggalkan sholat witir dan dhuha.
Berbeda dengan para wali di Tarim
yang hampir semuanya menutupi hal (keadaan) mereka, Syeikh Abubakar bin Salim
mendapatkan perintah agar ia meng-izhar-kan (menampakkan) kewaliannya. Pada
awalnya ia sendiri merasa enggan dan ragu, sampai akhirnya hal ini sampai
kepada gurunya, Al-Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab. Ia manyatakan, “Tidaklah
maqam-nya Syeikh Abubakar bin Salim akan berkurang dengan nampaknya kewalian
yang dimilikinya, karena kalimat Bismillah telah diletakkan di setiap
perkataannya. Dan sungguh tidak berkurang sama sekali kadar maqam kewalian
dikarenakan masyhurnya beliau, terkecuali seperti berkurangnya satu biji dalam
makanan”. Tatkala perkataan guru beliau ini disampaikan kepadanya, Syeikh
Abubakar bin Salim melakukan sujud syukur kepada Allah SWT dan berkata, “Aku
merasa cukup dengan isyarat pengukuhan ini, sebagai lambang kemegahan dan
keagungan yang diberikan Allah SWT”.
Setelah kejadian itu, ia
berangkat dari Inat menuju Tarim untuk berziarah dan berjumpa dengan guru
beliau tersebut, maka setelah sampai gurunya bertanya, “Bagaimanakah bentuk
isyarat yang telah engkau terima ?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya telah datang
kepadaku serombongan pemuka kaum Ba’alawi dan bersama mereka ada Syeikh Abdul
Qadir Al-Jailani, mereka semuanya memerintahkan kepadaku agar aku mengizharkan
diriku. Bagaimanakah pandangan anda sendiri ?. Apakah saya dilarang ?.
Sesungguhnya diriku sendiri kurang menyukai kemasyhuran ?”. Setelah mendengar
perkataan beliau, gurunya diam sesaat dan setelah itu ia berbincang dengan
Syeikh Abubakar bin Salim dengan perkataan yang tidak dipahami oleh orang yang
hadir kala itu, kemudian gurunya berwasiat kepada Syeikh Abubakar dengan
beberapa wasiat dan memerintahkan beliau untuk pulang dan menetap di kota Inat.
Pulanglah Sang Syeikh ke Kota Inat, dan disanalah ia kemudian termasyhur.
Namanya yang harum semerbak dikenal di seluruh penjuru negeri. Cahaya ilmu dan
kemuliaannya berkemilau menerangi orang-orang yang berjalan di jalan Allah SWT.
Ia hidupkan kota Inat dengan ilmu. Manusia datang dari berbagai pelosok daerah
guna menuntut ilmu darinya sehingga Inat menjadi kota yang ramai oleh pencinta
ilmu. Murid-murid beliau datang dari berbagai kota di Yaman dan mancanegara,
antara lain Syam, India, Mesir dan berbagai negara lainnya. Diantara beberapa
muridnya yang terkenal adalah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, Shohibus
Syiib, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Jufri, Habib Muhammad bin Alwi, Sayyid
Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany, Syeikh Hasan Basyaib serta beberapa murid
lainnya.
Demi kepentingan pendidikan dan
pengembangan dakwah, ia mendirikan sebuah masjid dan membeli tanah pekuburan
yang luas. Al-Mualim Ahmad bin Abdurrahman Bawazir berkata, “Ada satu kisah
yang diriwayatkan dari Al-Mualim Abdurrahman bin Muhammad Bawazir yang ia
terima dari beberapa orang arifin, Beliau berkata, “Sesungguhnya tatkala
Sayyidina Syeikh Abubakar bin Salim mendirikan masjidnya yang masyhur di Kota
Inat, beliau berkata kepada orang yang sedang membangunnya dikala itu yaitu
Ibnu Ali sambil menunjuk satu dinding yang baru didirikan, “Dinding yang didirikan
ini tidak akan dimakmurkan oleh orang-orang, kami menginginkannya agar sedikit
maju”. Ibnu Ali menjawab, “Ya Sayyidi yang engkau inginkan adalah kemaslahatan
tetapi bagaimanakah kami akan merubahnya lagi, karena dinding ini sudah
terlanjur didirikan di tempat ini”. Syeikh Abubakar yang saat itu sedang
memegang tongkat memukul dinding tersebut, maka dengan izin Allah SWT dinding
tersebut berpindah tempat dari tempatnya semula sampai pada tempat yang
diinginkan olehnya”.
Penduduk Inat sangat mencintai Syeikh
Abubakar, hal ini antara lain dikarenakan keluhuran budi pekerti yang
dimilikinya. Beliau merupakan seorang dermawan yang suka menjamu tamu. Jika
tamu yang berkunjung banyak, maka ia memotong satu atau dua ekor onta untuk
jamuannya. Karena sambutan yang hangat ini, maka semakin banyak orang yang
datang mengunjunginya. Dalam menjamu dan memenuhi kebutuhan para tamunya, ia
tidak segan-segan untuk turun tangan sendiri. Mereka datang terhormat dan
pulang pun dengan terhormat. Dalam kesehariannya, ia mengeluarkan sedekah
sebagaimana orang yang tidak takut jatuh miskin, setiap hari ia membagikan
seribu potong roti kepada fakir miskin.
Beliau dikenal sebagai seorang
yang sangat tawadhu, tidak ada seorang pun yang pernah melihatnya duduk
bersandar ataupun bersila. Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Ba Wazir, seorang yang
faqih, berkata, “Selama 15 tahun sebelum wafatnya, di dalam berbagai majlisnya,
baik bersama kaum khusus ataupun awam, Syeikh Abubakar bin Salim tidak pernah
terlihat duduk, kecuali dalam posisi duduknya orang yang sedang tasyahud akhir”.
Semasa hidupnya beliau selalu
membaca wirid-wirid tarekat, dan secara pribadi, ia mempunyai beberapa wirid
dan selawat. Antara lain sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut Hizb
al-Hamd wa al-Majd yang ia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di
sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah
Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram
tahun 992 H.
Selain menyusun wirid dan
selawat, Syeikh Abubakar bin Salim juga banyak menulis kitab, terutama yang
berhubungan dengan masalah tasawwuf, antara lain Miftah as-Sara’ir wa Kanz
adz-Dzakha’ir yang beliau susun sebelum usianya melampaui 17 tahun. Mi’raj
Al-Arwah yang membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun
987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H. Fath Bab Al-Mawahib yang juga
mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Ia memulainya di bulan Syawwal
tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 Dzulhijjah. Ma’arij
At-Tawhid, serta sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan
spiritualnya.
Perjalanan kehidupan Syeikh
Abubakar bin Salim banyak dibukukan oleh para ulama terkenal, tidak kurang dari
25 buku yang menceritakan biografi kehidupan beliau, antara lain Bulugh
Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib As-Syeikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah
Syeikh Muhammad bin Sirajuddin. Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat fi Manaqib
Abi Bakr bin Salim Shahib Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad
Basya’eib. Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin
Jindan Al-Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah
yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di
antaranya Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin
Abdullah As-Seggaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Sholeh bin Abdurrahman
Baraja Al-Khatib.
Banyak dari kitab-kitab tersebut
yang mencantumkan kisah kekeramatan Syeikh Abubakar bin Salim. Seperti yang
diriwayatkan oleh Faqih Muhammad bin Sirojuddin Jamal Rohimahullah dalam
kitabnya Bulughizhofri wal Maghanimi fi Manaqibi As-Syeikh Abu Bakar bin Salim
RA. Sesungguhnya aku bermusafir ke negeri India pada bulan Asyura, tahun 973 H
dengan naik kapal, sampai akhirnya pada satu tempat yang dikenal dengan Khuril
Gari. Pada saat itu sangatlah gelap dan hujan turun sangat lebatnya, dan pada
saat itu kapal kami mengalami kerusakan. Dan para penumpangnya merasa
kebingungan dan ketakutan sehingga mereka menangisi keadaan mereka. Aku sendiri
berdoa kepada Allah SWT dan bertawassul kepada para waliullah. Akupun lalu
beristighasah dan bertawajjuh hatiku kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim.
Setelah aku bertawassul kepadanya, aku mendengar suara beliau seolah-olah
begitu dekat denganku. Lalu aku berdiri dan memberitahukan kepada penumpang
bahwasanya telah mendapatkan isyarat dan kabar gembira dalam keadaan yang
sangat sulit saat itu.
Dan ternyata kamipun diselamatkan
oleh Allah SWT dengan kemuliaan Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim.
Juga diceritakan dalam Kitab Insus Salikin Ila Maqomatil Washilin yang dikarang
oleh Sayyid Abdullah bin Ahmad Baharun. Didalam kitab tersebut diceritakan
kisah dari Umar bin Ali Bamansur. Kami mendapat kabar dari seorang arifin, ia
bercerita, tatkala wafat seorang wali besar yaitu As-Syekh Makruf Bajamal di
negeri Budhoh, salah satu daerah di Dau’an. Kaum solihin melihat dengan ainul
bashiroh mereka ada sungai dengan cahaya yang cemerlang mengalir dari Budhoh.
Sungai tersebut mengalir ke Syibam dan memenuhi kota itu dengan cahaya hingga
ke Ghurfah dan Tarim, sampai akhirnya ke kota Inat dan terakhir bermuara di
hadirat Syeikh Abubakar bin Salim. Dari kabar ini, akhirnya seluruh murid
Syeikh Makruf mengetahi bahwa maqam kewalian gurunya telah berpindah kepada
Syeikh Abubakar bin Salim. Tertulis di dalam Majmu’ Kalam Al-Habib Ali
Al-Habsyi bahwasanya Syeikh Makruf memiliki murid lebih kurang 100 ribu orang.
Pada waktu menjelang wafatnya,
Syeikh Abubakar berada di kamar Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany salah
seorang murid kesayangannya. Sambil memangku gurunya, Sayyid Yusuf membaca ayat
Quran yang berbunyi Falammaa Qodhoo Zaidun Wathoro. Ia membaca ayat ini sebagai
isyarat keinginan dari Sayyid Yusuf untuk mewarisi kedudukan kewalian Syeikh
Abubakar bin Salim dan bila Syeikh Abubakar bin Salim menjawab dengan Zawwajnaa
Kahaa, maka itu adalah isyarat bahwa kedudukan beliau akan diwarisi oleh Sayyid
Yusuf, namun Syeikh Abubakar bin Salim tidak menjawab seperti itu, malah ia
berkata “Wahai Yusuf, engkau menginginkan kedudukan kami. Sungguh kedudukanku
adalah untuk anakku dan kalau sekiranya aku tidak mendapati daripada salah satu
anak-anakku yang akan mewarisi kedudukanku, maka aku akan tanam maqam
kewalianku ini di padang pasir Inat”. Jawaban beliau ini mengkiaskan bahwa
maqam kewalian Syeikh Abubakar bin Salim hanya diwarisi oleh anak-anak beliau.
Dan pada malam Ahad, tanggal 27 Dzulhijjah 992 H ( 1571 M ), Syeikh Abubakar
bin Salim berpulang ke rahmatullah, beliau wafat di kota ‘Inat.
Dengan meninggalkan keturunan
yang kelak juga menjadi pemuka kaum Alawiyyin yang meneruskan jejak ayahnya.
Beliau dimakamkan di kota Inat, Hadramaut. Di turbah (makam) Syeikh Abubakar
bin Salim terdapat pasir atau tanah (katsib) yang sangat termasyhur kemujarabannya
bagi orang-orang yang menginginkan keberkahan. Yang termasyhur bahwa tanah ini
bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan oleh karena itulah juga Syeikh
Abubakar bin Salim mendapatkan gelar Maula Katsib. Diceritakan oleh Sayyid
Abdul Qodir bin Abdullah bin Umar bin Syeikh Abubakar bin Salim, beliau
berkata, “Suatu ketika aku dan guruku Al-Arif Billah Ahmad Al-Junaid berziarah
ke Inat dan kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim. Sesudah ziarah guruku
menginginkan dan mengambil pasir di makam tersebut untuk menyembuhkan luka yang
dideritanya pada salah satu kakinya. Dan ia meminta kepada salah seorang
daripada keturunan Syeikh Abubakar agar meletakkan pasir tersebut atas luka
beliau, dan luka tersebut sembuh dengan seizin Allah SWT.
Selang beberapa waktu setelah
wafatnya Syeikh Abubakar bin Salim, berkumpullah anak-anak beliau untuk mencari
dan memilih siapa diantara mereka yang akan menjadi khalifah menggantikan ayah
mereka. Mereka berkumpul di suatu Syi’ib, dan barang siapa mendapat tanda dari Allah
SWT, maka dialah yang dipilih sebagai khalifah. Ternyata yang mendapatkan tanda
adalah Sayyidina Husein bin Syeikh Abubakar. Ia mendapatkan langsung satu
bejana yang berisi air turun dari langit. Maka anak-anak Syeikh Abubakar bin
Salim pun meminum daripada bejana tersebut dan mereka berkata kepada Sayyidina
Husein, ”Engkaulah yang berhak menjadi khalifah”.
Pada riwayat yang lain,
diceritakan oleh Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi,
“Tatkala Syeikh Abubakar bin Salim wafat, maka setiap anak-anak daripada Syeikh
Abubakar bin Salim menginginkan menjadi khalifah menggantikan ayahanda mereka.
Maka ibunda mereka berkata, “Kalian semuanya mempunyai keberkahan, akan tetapi
siapa yang keramatnya terlihat maka ia akan menjadi khalifah”. Maka anak-anak
Syeikh Abubakar bin Salim pergi ke Wadi Inat. Dan mereka membentangkan sajadah
masing-masing ditengah Wadi Inat, lalu melakukan shalat serta bermunajah kepada
Allah SWT. Tak lama kemudian turun kepada Syeikh Umar Al-Mahdhar bejana dan
rantai emas dari langit. Maka Syeikh Umar memanggil saudara-saudaranya, “Apakah
kalian mendapatkan sesuatu?”. Mereka menjawab “Tidak”. Maka merekapun
menyerahkan kekhalifahan kepada Syeikh Umar, namun kekhalifahan diserahkan dan
dipegang oleh Sayyidina Husin. Beliau berkomentar mengenai saudaranya Syeikh
Umar Al-Mahdhar. “Sesungguhnya aku bersahabat dengan saudaraku Umar Al-Mahdhar
dan aku tidak merasa sebagai saudaranya, akan tetapi aku merasa dan menempatkan
diriku sebagai pembantu dan murid baginya”.
* Guru-guru beliau
Shahib ‘Inat (pemuka terkenal
kota ‘Inat) ini belajar hampir seluruh ilmu dalam khazanah Islam. Dari gurunya
yang bernama Al-Imam Al-Wali Al-Arifbillah Sayyidina Syahabuddin Al-Akbar Ahmad
bin Abdurrahman, Syaikh Abu Bakar bin Salim mendapatkan sanad khirqahnya. Di
antaranya beberapa khirqah yang telah diterimanya, sanad yang berasal dari
gurunya inilah yang paling banyak diriwayatkan. Karena Habib Ahmad bin
Abdurrahman Syahabuddin adalah guru mursyidnya.
Al-Imâm Al-Qutb Al-Fakhrul Wujud
As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. telah mendapatkan ilmu pengetahuan dari
Ulama’-ulama’ terkemuka dizaman itu diantara guru-guru beliau tersebut adalah :
1). As-Syĕkh Al-Kabir Umar bin
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Basyeiban bin Muhammad Asadullah bin Hasan bin
Ali Bin Sayyidina Al-Faqih Al-Muqaddan Muhammad bin Ali Ba’alawi , pengarang
Kitab At-Tiryaq As-Syaf fi Managib As-Sadah, wafat di kota Qosam tahun 944 H
2). Al-Imâm Al-Wali Al-‘Arif billah Sayyidina Syahabuddin Al-Akbar Ahmad bin Abdurrahman.Dari guru beliau ini As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra mendapatkan sanad Khirqoh beliau.
3). As-Syĕkh Al-Faqih Al-Qadhi As-Sholeh Abdullah bin Muhammad bin Sahl Baqusyair pengarang kitab Fiqh : “Al-Qalaid”
4). As-Syĕkh Al-Faqih As-Sufi Umar bin Abdullah Bamakhramah, dengan guru beliau ini As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra. menelaah Kitab “Ar-Risalah Al-Qusyairiyah” dalam usia beliau yang masih belia.
5). Tajul Aimah Al-Imâm Al-Arif billah Ta’ala Ahmad bin Alwi Bajahdab Ba’alawi.
6). As-Syĕkh Al-Imâm Abu Abdillah Ma’ruf bin Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Bajamal Asy-Syibamy
7). Ad-Dau'any juga termasuk guru-guru beliau.
* Murid-murid Utama Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra.
1). Sayyid Ahmad bin Muhammad
Al-Habsy; Shohib Syi’ib Al-Husaisah.
2). Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Jufri; Shohib Taris, wafat 1037 H.
3). Sayyid Abdurrahman bin Alwi; Shohib Al-Muqoyrowiyat.
4). Sayyid Abdurrahman bin Ahmad Al-Biyd, Shohib As-Syi’ir.
5). Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Al-Hasany Al-Farisy; Shohib Maryamah; lahir di Maroko, di kota Al-Fasi tahun965 H, wafat di daerah Maryamah 1008 H.
6). Sayyid Al-Hasyb Umar bin ‘Isa Barakwah As-Samarqandy, Shohib Talqin, wafat di Ghurfah.
7). Syekh Hasan Basya’ib, Shohib Al-Wasitoh.
8). Syekh Ahmad bin Sahl, Shohib Hiytar.
9). Al-faqih Muhammad bin Abdurrahman bin Sirojuddin Jamal, Shohib Al-Ghurfah.
Para murid selalu mendekati
beliau untuk mengambil kesempatan merasai gambaran kemuliaan dan menyerap
limpahan ilmunya. Dengan merekalah pula, kota 'Inat yang kuno menjadi
berkembang ramai. Kota itu pun berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim
Al-'Alawi. Karena berkat kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor,
padahal sebelumnya adalah kota yang terlupakan.
Tentang hal itu, Muhammad bin Ali
bin Ja'far Al-Katsiry bersyair :
Ketika kau datangi 'Inat,
tanahnya pun berdendang
Dari permukaannya yang indah
terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah
menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu
mencium tanah litany
Kota yang di dalamnya diletakkan
kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar
dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang
Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi
harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya
Kota ‘Inat sangat identik dengan
Sayyidina As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra , sebagaimana dikatakan oleh
Sayyidina Al-Imam Al-‘Arif billah Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mahdhor dalam
salah satu Risalah beliau :“Aku telah mendengar riwayat dari para kaum Sholihin
bahwa As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra seringkali berkata :“iynatiy ‘iynatiy”,
“Kota ‘Iynat adalah kotaku”
Sayyidina Al-Habib Al-Jalil
Al-‘Allamah Hasan bin Isma’il Al-Hamid menerangkan hal ini :“Perkataan
Sayyidina As-Syĕkh Abû Bakar bin Sãlim Ra ini mencerminkan bahwa kota ‘Iynat
berada dibawah pengawasan dan kekuasaan ke-wilayahan beliau, barangsiapa yang
membuat kerusakan dan kemungkaran di kota ‘Iynat maka orang tersebut akan
mendapatkan bencana dalam waktu yang singkat”
Diriwayatkan dari Sayyidina
Al-Imam Al-Jami’Al-‘Arif billah Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar :“Sekali
waktu aku pernah bermimpi berjumpa dengan Sayyidina As-Syĕkh Abû Bakar bin
Sãlim Ra dalam mimpiku tersebut, beliau menegur seseorang yang telah berbuat kemungkaran
dalam kota ‘Inat, tak lama dari mimpiku tersebut kedua orang yang ternyata
masih berbuat kemungkaran tersebut mati tanpa sebab yang
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا
محمد وعلى آله وصحبه اجمعين...
0 Response to "Manaqib Al-Imam Al-Fakhrul Wujud"
Post a Comment